Defisit Demokrasi Uni Eropa, Kritik

Kontributor: O.N.

Uni Eropa dikenal sebagai organisasi yang memiliki perkembangan dua dimensi yang paling pesat di ranah Regionalisme. Dari dimensi kwantitas UE berubah ukuran dari enam negara menjadi 27 negara anggota. Sedangkan dari dimensi formalitas, UE sudah hampir mendekati fase penyatuan politik menuju negara federal Eropa yang merupakan fase terakhir dari teori integrasi.

Adalah sangat memalukan jikalau dari segi kwalitas organisasi sebesar Uni Eropa gagal memberikan contoh terbaik bagi organisasi di belahan dunia lain seperti ASEAN. Dengan memperhatikan perkembangan Uni Eropa beberapa tahun belakangan ini, mencari tahu argumentasi yang ada dibalik kondisi di atas menjadi sangat menarik.

Argumentasi masih terdapatnya kekurangan Uni Eropa secara institusi adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya legitimasi :

Ini dapat diketahui dari Eurobarometer dan rendahnya partisipasi rakyat dalam berbagai voting ataupun referendum di tingkat nasional. Nasionalisme rakyat masih mampu mengalahkan legitimasi UE sebagai lembaga.

2. Kurangnya transparansi :

Badan-badan UE seperti dewan menteri penuh dengan kerahasiaan (sbragia 1992; Hayes-Renshaw and Wallace 1995;  Franklin, van der Eijk, and Marsh 1996).

3. Kurangnya konsensus :

Berlawanan dengan ASEAN, UE menerapkan „qualified majority vote“ di banyak pengambilan keputusan penting yang diatur oleh anggota pemilih suara terbanyak sehingga tidak memungkinkan negara-negara kecil untuk menyuarakan kehendak.

4. Kurangnya akuntabilitas :

Badan UE seperti Komisi Eropa, Bank Sentral Eropa serta badan peradilan Eropa tidak akuntabel dengan alasan bahwa mereka dibantu oleh tenaga ahli yang tidak dipilih langsung yang mengembangkan keahlian jauh dari suara rakyat. Parlemen Eropa sebagai lembaga supranasional utuh satu-satunya di UE yang orang-orangnya dipilih langsung tidak punya taring untuk menambal kekurangan-kekurangan.

5. Kurangnya perlindungan sosial :

Integrasi negatif mengarah kepada kondisi dimana negara anggota yang paling tinggi daya saingnya justru memiliki kebijakan sosial yang paling rendah. Kebijakan sosial di tingkat UE diyakini tidak akan mampu menyembuhkan turunya kesejahteraan di tingkat nasional. (Scharpf 1997b, 1999;  Streeck 1997; Held 1987).

Kesimpulan:

Tidak ada jalan lain bagi Uni Eropa selain memperbaiki segala kekurangan di atas dengan mereformasi dirinya sendiri ke dalam sebelum mereformasi lingkungan luarnya.


Satu respons untuk “Defisit Demokrasi Uni Eropa, Kritik

Tinggalkan komentar